
LIPUTAN TERBARU - Polda Jateng mengungkap praktik prostitusi online sesama jenis kelamin dengan menawarkan pijat plus-plus lewat Twitter di Kawasan Gajahmungkur, Semarang.
Dua orang diamankan seorang terapis FA (28) warga Pondok Raden Patah, Semarang, dan muncikari AW (32) Semarang.
Sedangkan, polisi masih mengembangkan untuk memburu pelaku lain.
"Modusnya dua pelaku melakukan jasa pijat plus demi mendapat kepuasan, dan meraup keuntungan pribadi. Untuk pelaku sudah kita periksa untuk pengembangan lebih lanjut.
Ada kemungkinan pelaku bertambah lagi," kata Direktur Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng Kombes Pol Wihastono Yoga Pratomo, Kamis (12/3).
Dia mengungkapkan berdasarkan dari hasil pemeriksaan, kedua pelaku yang diamankan terungkap menjalankan bisnis layanan pijat plus-plus. Untuk melancarkan bisnis esek-eseknya, ke duanya mempunyai peran masing-masing.
"AW mengaku berperan sebagai penyedia pelayanan jasa pijat vitalitas. Kalau tersangka FA berperan sebagai anak asuh. Kita masih memburu pelaku utama penyedia jasa layanan pijat," ungkapnya.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitrina Sutisna menyebut bahwa kasus itu bermula dari hasil patroli siber yang dilaksanakan oleh Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (5/3).
Dalam patrolinya, Subdit V Siber menemukan akun twitter yang menawarkan jasa pijat sensual sesama jenis.
"Kami telusuri dan mencurigai unggahan medsos yang menawarkan jasa pijat capek plus vitalitas dengan pelaku atas inisial F. Tarifnya Rp 400.000," kata Iskandar.
Hingga kini, dua pelaku masih mendekam tahanan Polda Jateng untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut di Direktorat Kriminal Khusus Polda Jateng. Dari tangan pelaku, polisi menyita barang bukti 4 unit Handphone, 5 wig, dua buah bra atau BH, dan 35 bungkus kondom.
Selain itu, ada juga 4 bungkus suplemen, 1 buku tabungan, satu buah KTP atas nama Ary Wibowo, serta uang tunai sebesar Rp 400 ribu yang ikut disita.
"Ini masih dilakukan pendalaman oleh anggota. Sementara ini masih dua orang," terangnya.
Atas kasus ini, kedua pelaku akan dijerat dengan pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik.
"Kedua pelaku akan diancam hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak 1 milyar rupiah," pungkas Iskandar.
0 komentar:
Posting Komentar